Logika Mistika : Saat Halu Menghilangkan Nyawa Ribuan Orang

Halo semua pembaca blog Mira Delima Noor, kali ini aku akan reblog salah satu postingan khusus pembahasan politik dan critical thinking yang aku buat di blog terbaru, Enlightenment Reasoning.

Di situ aku membagikan POV yang tidak biasa karena aku membaca persis alur ‘tanah perjanjian’, sebuah realitas masa lalu dan inter-subjektif, yang kemudian disebut sebut dan digadang gadang Israel Zionis (berikut kroninya) secara tidak rasional yang telah membunuh ratusan, bahkan ribuan nyawa orang tidak bersalah.

Ini adalah kognitif penuh akan konflik Israel Palestina sejak terakhir aku posting 2014 silam. Koginitif yang akhirnya mencapai puncak dan kini aku harus bersuara, tidak boleh diam saja setelah tau kebenaran sesungguhnya seperti apa. Baik secara religi, kemanusiaan, maupun secara rasional– actually yang paling penting, rasional sih.

Sekarang aku posting di sini, kuharap lebih banyak yang tahu dan sadar bahwa kita perlu konflik ini adalah kejahatan kemanusiaan terbesar yang ada di seluruh dunia.

Pindah Blog (LAGI?)

Masih ingat saya yang memutuskan pindah ke medium? Ternyata setelah dijalani bukan merupakan saran solutif ya permisah, karena nyatanya aku gak gitu sreg sama medium lagi males mindahinnya juga.

Tapi meskipun demikian, tetap saya merasa harus memisahkan antara postingan pribadi dan postingan khusus seperti politik yang makin banyak di blog yet udah sepi peminat. Malah lebih banyak yang baca postingan pengalaman, review, dan youtuber di sini.

Namun daripada sepi, alasan saya lebih ke justifikasi di masa depan sih. Suatu saat saya melamar sesuatu, masa masih menggunakan blog pribadi? Kan agak gimana yah mana nama domainnya masih kek gitu pula gak bisa diubah lagi! Maka dari itu kepikiranlah saya buat benar benar memindahkan semua blog mengenai politik, webinar, dan critical thinking ke suatu wadah blog baru, yaitu Enlightment Reasoning.

Kenapa enlightment? Karena saya ingin seluruh postingan saya di blog tersebut bisa mencerahkan semua orang yang membacanya. Terinspirasi dari buku Enlightement Now karya Steven Pinker yang pernah saya review beberapa waktu yang lalu.

Terus kenapa reasoning? Karena setiap postingan mempunyai alasan, bukti, dan penalaran yang cukup mumpuni untuk dijadikan sebuah argumen mengapa saya berpikir tentang sesuatu hal.

Diharapkan, blog ini dapat menjadi bukti terang pemikiran saya untuk dijadikan justifikasi di masa depan.

Jadi teman teman, mulai postingan ini seluruh postingan berkaitan dengan politik dan webinar dipindah ke blog itu yaaa. Kalo ada yang ngeh seluruh postingan tersebut sudah dihapus di sini ya guys.

Kecuali review buku tetap ada sih di blog ini, tapi ada juga ada di blog sebelah. Namuuuun review buku selanjutnya tidak akan diupdate lagi di sini ya. Selain itu, Pikiran Mira yang pure personal saya tetap ditulis di sini. Advocating Your Mental Health juga.

Soooo, don’t forget to pay your visit! ❤ See you there!

Membangkitkan Harapan yang Tertunda

COVID-19 telah berlalu, setidaknya mereka menjadi penyakit biasa pasca ditetapkan sebagai pandemi tiga tahun yang lalu. Kini COVID-19 sudah menjadi endemi setelah serangkaian usaha pencegahan seperti karantina, social distancing, dan vaksinasi. Hingga sekarang kita berada di titik ‘kenormalan’ ini. Persis sebelum pandemi!

Masker sudah urung dipakai, jaga jarakpun juga tidak dilakukan seperti awal pandemi. Semua yang terpaksa dibuat daring, kini bisa tatap muka kemana saja mereka mau tanpa hambatan lagi, lebih lebih keluar negeri dan tidak ada kebijakan lockdown atau PSBB lagi. Perasaan gusar akan tingginya kasus positif dan kematian nyaris tak terdengar lagi kabarnya. Benar seperti webinar kapan itu, COVID kini tinggal kenangan.

Pun demikian, semua yang terjadi sewaktu covid tidak lenyap tanpa jejak. Rumah sakit dan transportasi umum sebagian masih memberlakukan masker. Yang menggunakan masker pun alasannya sudah bukan karena corona, melainkan karena ingin menutup diri, menunjang penampilan, atau sedang menahan sakit.

Sterilisasi pun hampir tidak dilakukan lagi, mungkin karena saking kuatnya vaksinasi mereka sudah tidak parno lagi sampai harus menyediakan stok hand sanitizer, mencuci barang belanjaan, ataupun memindahkan makanan ke piring dari bungkusan yang sudah disiapkan.

Semua sudah kembali seperti sediakala. Sepintas menyadari kenyataan ini saya merasa kok yang lain sudah luring saya masih stuck disini yah? Apa tidak ada harapan lagi untuk saya?

Sampai beberapa waktu yang lalu, baliknya normal lagi justru malah membangkitkan harapan saya. Malah saya bertekad ingin melanjutkan mimpi yang tertunda pasca 2019 silam. Kenangan saya akan TOEFL demi LPDP pun masih membekas dalam ingatan sanubari saya, takkan pernah terlupakan dengan sejuta harapan dan pelajaran di baliknya.

Saya merasa, ini waktunya.

Jujur, saya sangat suka dengan kondisi offline untuk mimpi saya tersebut, berati saya akan menghadiri kelas offline sepenuhnya dan bisa merasakan situasi langsung, tanpa terkendala hambatan demi mencegah penyakit. Hanya permasalahannya, saya tak tahu harus lewat mana. Itu saja.

Tuhan memberi isyarat pengharapan pada saya. Meskipun saya gak tahu nantinya bagaimana, sebisa mungkin saya mengusahakan yang terbaik yang saya bisa. Saya membangun potensi yang saya punya tanpa melupakan kewajiban untuk menjemput rejeki sisanya, que sera sera. Walau raga ini lelah, kepala ini pening–sekarang malah migrain! Namun tetap saya kerjakan apa yang harus dikerjakan– no worry tho’, I know my limit.

Lebih baik daripada tidak melakukan apapun, ya kan? Mimpi tersebut tetap menjadi mimpi dan penglihatan. Inilah usaha saya, membangkitkan pengharapan yang tertunda.

Berani untuk Salah

Pagi ini saya membaca salah satu buku yang menguras air mata di pipi saya padahal baru kata pengantar saja, yaitu Catatan Seorang Demonstran yang merupakan kumpulan dari tulisan Soe Hok Gie semasa hidupnya. Saya tersentuh gimana idealismenya ini bisa mempengaruhi banyak orang sekalipun ia tidak menghasilkan uang dalam hidupnya.

Salah satu bagian yang membuat saya tersentak adalah pernyataan dari si kata pengantar itu sendiri yang membuat saya sadar… bahwa Gie sendiri tak luput dari salah. Ia tak selalu benar, tapi ia selalu jujur.

Kecaman yang dilontarkan oleh Soe Hok Gie dilancarkan atas pemikiran yang jujur, atas dasar itikad baik. Ia tidak selalu benar, tapi ia selalu jujur. Iapun tidak melancarkan kritikan kritikan dan kecaman kecamannya tanpa merasa prihatin.

Ia selalu memulai kritikan seketika saat melihat berita di televisi. Terlepas mungkin ada yang salah dalam penalarannya atau bagaimana, dia buatku sadar.. bahwa salah itu tidak apa apa, dia tetap seorang cendekiawan. Yang selalu kritis dalam hidupnya.

Saya sering merasa kesal, lagi terganggu kalau ada satu saja yang kurang dari diri saya. Entah sesimpel menulis di instagram story, memposting pendapat di discord, apalagi menulis di blog seperti ini. Saya malu dan terganggu kalau s buat kesalahan satu saja, apalagi kalau banyak. Saya serasa jadi orang paling bodoh di dunia.

Itu juga yang kadang membuat saya akhirnya urung memposting sesuatu. Salah nalar di masa lalu membuat saya merasa saya gak pantas melempar opini di media manapun apalagi sebesar jadi peneliti politik, saya merasa bahwa anggapan “katanya mau jadi peneliti politik kok kayak gini aja ngaco?” begitu nyata di dalam saya. Saya takut kesalahan saya itu akan mempengaruhi penalaran saya di masa depan dan bikin saya gak pantas jadi apapun.

Sering saya diafirmasi oleh berbagai macam postingan bahwa ya gak papa kalau salah toh kita juga manusia, gak papa salah toh masih bisa diperbaiki, gak papa gak usah malu kalau salah dan seterusnya. Tapi tetap, alam bawah sadar saya tak pernah betul betul menyadarinya. Saya tetap merasa takut salah terus dan menerus.

Dan baru sadar setelah baca buku itu tadi. Soe Hok Gie yang salah saja tetap dianggap cendekiawan dengan pemikiran kritis dan empatinya. Terlebih saya? Sekalipun saya tidak menghasilkan harta tetapi ide yang aku keluarkan di sini, di story, di discord, mudah mudahan jadi berarti buat kita semua :””””)

Terlepas dari kurang dan lebihnya saya, saya tetap seorang aktivis dan penghasil ide, itu yang paling berharga dalam hidup saya. Sekalipun aku mati nantinya.

Tentang Mencari Tahu

Beberapa waktu yang lalu, saya ikut tes dikotomi yang dishare linknya sama salah satu anggota Illuminion yang tidak bisa saya sebutkan namanya. Gak terlalu jelas apa maksudnya kasih link tes itu dia cuman bilang “trending di twitter” aku kayak, lha. WKWKWKWK

Tapi pas dijalani tesnya lebih ke core value sih dan hasilnya adalah aku 60% absolut, sisanya skeptis. Lha aku kaget dong, masa aku segitu absolut sih, seingatku udah lumayan skeptis loh? Tapi pas dipikir lagi ternyata aku gak segitunya skeptis sih, aku cenderung percaya sesuatu sebagai kebenaran dan udah selesai. Gak mau tahu lebih lanjut dan….

Ternyata itu yang jadi masalah. Masalah besar terutama untuk pembelajaran saya. Padahal udah dari 2018an aku udah mengadopsi critical thinking tapi aku kayak gak naik level. Jujur makin hari ngeliat argumen anak anak makin iri aku. Kenapa? Mereka jauh lebih kritis men, mereka berpikir jauh lebih terbuka daripada aku.

Di titik itulah aku merasa bahwa aku butuh berubah. Butuh banget untuk mengubah cara berpikir yang lebih okelah gitu. Terlebih critical thinking ini sebenarnya berkembang jadi berpikir saintifik dan rasional, itu ranahnya udah lebih jauh lagi.

Lanjut, aku terbiasa gak menanyakan sesuatu atau bahkan mencari referensi lain. Tak peduli seberapa paham enggaknya aku terhadap sesuatu. Bahkan dari sejak aku masih sekolah. Ini yang membuat cara berpikirku sempit. Sempit banget. Terlepas aku pakai kerangka moral yang mana.

Awalnya aku pikir semua terjadi karena aku merasa gak pintar pintar amat, gak kreatif, nilai IQ gak gede amat jadi ya kelewatan absolut. Tapi justru cara berpikir itulah yang bikin aku ended up demikian. Jangankan soal nilai, menghadapi masalah aja aku seringkali keliru loh karena yaitu tadi, kurang mencari tahu.

Aku kurang mempertanyakan maksudnya dia apa, yakin dia begitu karena aku begini, terus dalam konteks apa dia kek gitu, apa yang bikin aku mikir dia begitu karena dia begini dan lain sebagainya. Seringkali aku didrive oleh perasaan dan ini yang dinilai kurang rasional at some point.

Satu kesalahan buatku fatal semua, gaada yang baik dari yang bersangkutan, all or nothing. Padahal gak gitu cara mainnya.

Maka dari itu, sekarang aku usaha untuk tidak keras kepala lagi terhadap sebuah informasi. Setiap aku baca/nonton apapun itu, aku gak akan menganggap sesuatu sebagai kebenaran mutlak lagi. Pasti ada yang lainnya, apalagi untuk hal yang menurutku gak jelas langsung aku cari, gak diam aja.

Terus juga cari referensi baru, termasuk yang mungkin buatku kurang penting tapi nadanya sama. Aku buang semua mental block yang mengatakan ‘oke aku udah tau jadi gak usah’, ‘oh ini mah sama aja’, ‘oh ini bukan ranahku’ dan sebagainya. Padahal siapa tau ada fakta baru lagi.

Semua ini AMAT SANGAT BISA membuat kemampuan berpikirku bertambah. Beneran sumpah!

Jujur pas pertama aku realisasikan itu, aku merasa tercerahkan. wkwkwkwkwk

Sekarang aku iseng yak mencari tahu tentang perkembangan pendidikan di Indonesia. Aku nonton video youtube lalu nonton video lain yang berhubungan. Malah kalau pustakanya ada, langsung cari pustaka ybs dan ya Tuhan… aku seneng banget! Aku jadi tahu banyak tentang pendidikan di Indonesia yang sebenarnya kayak gimana.

Even jauh lebih luas dari yang aku tulis beberapa tahun yang lalu loh. Bener!

Terus dari situ jadi mempertanyakan banyak hal. Misal, udah tau masalahnya A kenapa dikasih solusinya gak ada nyambungnya sama sekali dengan A, apakah masalah B itu semata karena C, kenapa sih kebijakan itu sampai diimplementasikan at the first place, what the heck is 20% anggaran LOL pokoknya banyak lagi deh.

Malah sekarang aku jadi nemu perkembangan pendidikan peranakan Chinese Indonesia. Just, waw

Pustaka yang aku maksud barusan ada di sini btw. Itu jurnalnya tahun 2018 and I’m dying to know pendidikan Indonesia yang sekarang banget kayak gimana. Terutama sejak kebijakan Nadiem Makarim yang asli anomali banget bedanya wkwkwk, kalo ada yang nemu jurnal atau apapun itu kasih tau yak 😀

Kurasa inilah yang namanya menambah wawasan. Ini baru langkah awal dan akan ada selanjutnya lagi, lagi dan lagi 🙂